"Kasus Kartika - KJRI harus naik banding"
HONG KONG-MINGGU 25 Mei 2014, untuk kesekian kalinya Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) mengadakan aksi solidaritas. Aksi yang diikuti 400massa memadati jalan di depan KJRI. Mereka meminta KJRI memberikan penjelasan kepada publik mengapa kasus Kartika sampai kalah. Massa juga meminta KJRI untuk naik banding, dalam waktu 14 hari.
J B M I – Komite Keadilan untuk Erwiana dan seluruh PRT Migran sangat kecewa atas keputusan Pengadilan Hong Kong yang membebaskan majikan Catherine Au Yuk San dari dakwaan pidana atas pelanggaran hukum.
Atas kekecewanya JBMI mengeluarkan pernyataan sikap solidaritas untuk Kartika. Perburuhan terhadap Pekerja Rumah Tangga Indonesia, Kartika Puspitasari. Hakim menyampaikan putusannya pada tanggal 21 Mei 2014 kemarin di Pengadilan Negeri Shatin. Seperti yang diberitakan media, Kartika bekerja pada keluarga Catherina Au Yuk San sejak Juli 2010.
Selama 22 bulan bekerja, dia dianiaya, tidak pernah diberi gaji dan libur. Majikan menyiksa dengan meninju, memukul dengan setrika panas, roda sepeda, hanger dan sepatu bahkan menggores dengan cutter. Waktu tidur, Kartika diharuskan duduk di kursi dengan tangan dan kaki terikat.
Kartika berhasil melarikan diri ketika keluarga majikan sedang berlibur di Thailand selama 5 hari dan meninggalkan dia sendiri di rumah dalam kondisi terikat tanpa makan dan minum.
Kartika yang tidak tahu Hong Kong dibantu sesama buruh migran, untuk meminta pertolongan dari kantor Konsulat RI (KJRI). Kartika menjadi kasus pertama penyiksaan terparah yang menimpa PRT Indonesia di Hong Kong sebelum Erwiana. Akhirnya tahun kemarin, Pengadilan menyatakan kedua majikannya bersalah telah menyiksa Kartika. Majikan perempuan dipenjara 5.5 tahun sedangkan majikan laki-laki dipenjara 3.3 tahun.
Labour Department Hong Kong kemudian juga mengajukan dakwaan pidana terhadap majikan Catherina Au Yuk San atas pelanggaran hukum perburuhan dengan tidak memberi gaji, libur dan hak-hak yang jumlahnya mencapai 86.000 kepada Kartika selama bekerja padanya. Persidangan atas kasus ini digelar pada tanggal 20 Mei 2014 dan Kartika kembali dihadirkan untuk memberi kesaksian.
Pada hari berikutnya, Hakim memutuskan bahwa majikan tidak terbukti bersalah. Hakim lebih memilih membebaskan majikan dari jeratan hukum dibanding membela korban karena ketidakpercayaan atas kesaksian Kartika utamanya di poin-poin berikut:
- mengapa Kartika bersedia bekerja selama 2 tahun jika tidak dibayar?
- mengapa Kartika tidak menceritakan persoalan yang menimpanya kepada sesama PRT ketika dia bertemu dengan mereka?
- bagaimana mungkin Kartika bekerja majikan mengikat tangannya?
Hakim juga menyatakan Kartika tidak mempunyai saksi lain untuk memperkuat pengakuannya di pengadilan. Keraguan Pada Kesaksian Kartika Berarti Ketidakpercayaan Terhadap Persoalan Penindasan Yang Menimpa PRT Indonesia di Hong Kong Keraguan dan ketidakpercayaan Hakim terhadap kesaksian Kartika menunjukan kurangnya pemahaman dia dan mungkin juga masyarakat Hong Kong atas pelanggaran-pelanggaran serius yang selama ini menimpa PRT migran, khususnya Indonesia.
Erwiana mungkin juga tidak akan diterima begitu saja Sebagai kasus penganiayaan tanpa tekanan luas buruh migran dan pendukungnya. Seperti halnya kita semua, Kartika adalah korban pengiriman tenaga kerja Indonesia yang lebih mengutamakan keuntungan dibanding kemanusiaan.
Kartika dan korban-korban kekerasan lain adalah bukti kongkret buruknya sistem penempatan tenaga kerja Indonesia keluar negeri.
Sistem pengiriman yang melimpahkan semua urusan kepada PPTKIS dan Agen, yang sengaja membutakan buruh migran dari hukum dan hak-haknya serta mengijinkan PPTKIS/Agen/majikan menahan dokumen dan memotong gaji secara tidak manusiawi, membiarkan ketika hak-hak buruh migran dirampas mulai gaji hingga libur dan yang memaksa buruh migran untuk selalu tunduk pada calo-calo pemeras dengan melarang kontrak mandiri dan pindah agen jika belum finish 2 tahun kontrak.
Hakim juga tidak mau mempertimbangkan ketidakberdayaan PRT yang hidup dibawah tekanan majikan jahat dan trauma yang harus ditanggung Kartika akibat perlakuan semena-mena. Hakim juga tidak mau mengakui kerentanan PRT migran akibat berbagai peraturan pemerintah Hong Kong yang merugikan mulai aturan imigrasi yang diskriminatif dan aturan dua minggu visa dan kewajiban serumah dengan majikan (live-in). Dengan kalahnya Kartika di kasus keduanya ini, berarti keadilan tidak sepenuhnya diberikan kepada Kartika.
Bagaimana Sebenarnya KJRI-Hong Kong Menangani Kasus Kartika? Sungguh aneh jika majikan yang sudah nyata-nyata dipenjara karena penganiayaan, masih bisa bebas dari dakwaan tidak memberi gaji dan hak-hak yang telah ditetapkan hukum perburuhan Hong Kong?
Padahal sejak kabur, Kartika sudah langsung dibawah pengayoman dan kasusnya langsung ditangani KJRI-Hong Kong. Bagaimana sebenarnya KJRI selama ini memandu Kartika menyiapkan kasusnya?
Apakah KJRI sungguh-sungguh memberitahu dan mendidik Kartika agar paham haknya dan tahu apa yang harus dilakukan demi memperjuangkan kasusnya agar mendapat hasil yang positif?
Apakah KJRI juga membantu Kartika untuk menuntutkan hak kompensasi pekerja dan kerugian atas cacat fisik dan moril yang dideritanya akibat penganiayaan yang dialaminya?
Selama ini, KJRI-Hong Kong tidak transparan memberitahu publik tentang perkembangan kasus Kartika. KJRI juga tidak memaksimalkan kasus-kasus kekerasan yang terjadi untuk mendidik buruh migran Indonesia agar memahami hak-hak jika jadi korban kekerasan.
KJRI seharusnya mengintensifkan penyuluhan agar korban-korban seperti Kartika dan Erwiana tidak terus berjatuhan.
Tuntutan Kami adalah;
Kasus Kartika mendesak untuk disikapi dan kami berharap KJRI-Hong Kong segera melakukan sesuatu untuk menyelamatkan kasus Kartika dan meyakinkan dia mendapatkan keadilan yang seharusnya dia nikmati. Sebagai bentuk dukungan maka kami menuntut KJRI-Hong Kong untuk: -
Memberi penjelasan publik tentang apa yang sebenarnya telah terjadi dan bagaimana KJRI menangani kasus Kartika - Mendesak Labour Department untuk naik banding kekalahan kasus Kartika yang harus dilakukan dalam waktu 14 hari setelah putusan pengadila
- Memperjuangkan hak kompensasi dan kerugian bagi Kartika Tanpa pemenuhan tuntutan diatas, maka keadilan bagi Kartika masih belum diberikan sepenuhnya. Kami akan terus memonitor kasus Kartika. Namun lebih dari itu, kami juga akan terus mengkampanyekan perubahan peraturan-peraturan yang merugikan PRT migran agar tidak ada lagi korban-korban lain seperti Kartika, Erwiana, Anis maupun Rowena. (*)
Yani Serdadu