Senin, 26 Mei 2014

BURUH HARUS BANGKIT

"Kasus Kartika - KJRI harus naik banding"


HONG KONG-MINGGU 25 Mei 2014, untuk kesekian kalinya Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) mengadakan aksi solidaritas. Aksi yang diikuti 400massa memadati jalan di depan KJRI. Mereka meminta KJRI memberikan penjelasan kepada publik mengapa kasus Kartika sampai kalah. Massa juga meminta KJRI untuk naik banding, dalam waktu 14 hari.


J B M I – Komite Keadilan untuk Erwiana dan seluruh PRT Migran sangat kecewa atas keputusan Pengadilan Hong Kong yang membebaskan majikan Catherine Au Yuk San dari dakwaan pidana atas pelanggaran hukum.



Atas kekecewanya JBMI mengeluarkan pernyataan sikap solidaritas untuk Kartika. Perburuhan terhadap Pekerja Rumah Tangga Indonesia, Kartika Puspitasari. Hakim menyampaikan putusannya pada tanggal 21 Mei 2014 kemarin di Pengadilan Negeri Shatin. Seperti yang diberitakan media, Kartika bekerja pada keluarga Catherina Au Yuk San sejak Juli 2010.


Selama 22 bulan bekerja, dia dianiaya, tidak pernah diberi gaji dan libur. Majikan menyiksa dengan meninju, memukul dengan setrika panas, roda sepeda, hanger dan sepatu bahkan menggores dengan cutter. Waktu tidur, Kartika diharuskan duduk di kursi dengan tangan dan kaki terikat.


Kartika berhasil melarikan diri ketika keluarga majikan sedang berlibur di Thailand selama 5 hari dan meninggalkan dia sendiri di rumah dalam kondisi terikat tanpa makan dan minum.


Kartika yang tidak tahu Hong Kong dibantu sesama buruh migran, untuk meminta pertolongan dari kantor Konsulat RI (KJRI). Kartika menjadi kasus pertama penyiksaan terparah yang menimpa PRT Indonesia di Hong Kong sebelum Erwiana. Akhirnya tahun kemarin, Pengadilan menyatakan kedua majikannya bersalah telah menyiksa Kartika. Majikan perempuan dipenjara 5.5 tahun sedangkan majikan laki-laki dipenjara 3.3 tahun.


Labour Department Hong Kong kemudian juga mengajukan dakwaan pidana terhadap majikan Catherina Au Yuk San atas pelanggaran hukum perburuhan dengan tidak memberi gaji, libur dan hak-hak yang jumlahnya mencapai 86.000 kepada Kartika selama bekerja padanya. Persidangan atas kasus ini digelar pada tanggal 20 Mei 2014 dan Kartika kembali dihadirkan untuk memberi kesaksian.



Pada hari berikutnya, Hakim memutuskan bahwa majikan tidak terbukti bersalah. Hakim lebih memilih membebaskan majikan dari jeratan hukum dibanding membela korban karena ketidakpercayaan atas kesaksian Kartika utamanya di poin-poin berikut:

- mengapa Kartika bersedia bekerja selama 2 tahun jika tidak dibayar?

- mengapa Kartika tidak menceritakan persoalan yang menimpanya kepada sesama PRT ketika dia bertemu dengan mereka?

- bagaimana mungkin Kartika bekerja majikan mengikat tangannya?

Hakim juga menyatakan Kartika tidak mempunyai saksi lain untuk memperkuat pengakuannya di pengadilan. Keraguan Pada Kesaksian Kartika Berarti Ketidakpercayaan Terhadap Persoalan Penindasan Yang Menimpa PRT Indonesia di Hong Kong Keraguan dan ketidakpercayaan Hakim terhadap kesaksian Kartika menunjukan kurangnya pemahaman dia dan mungkin juga masyarakat Hong Kong atas pelanggaran-pelanggaran serius yang selama ini menimpa PRT migran, khususnya Indonesia.



Erwiana mungkin juga tidak akan diterima begitu saja Sebagai kasus penganiayaan tanpa tekanan luas buruh migran dan pendukungnya. Seperti halnya kita semua, Kartika adalah korban pengiriman tenaga kerja Indonesia yang lebih mengutamakan keuntungan dibanding kemanusiaan.
Kartika dan korban-korban kekerasan lain adalah bukti kongkret buruknya sistem penempatan tenaga kerja Indonesia keluar negeri.

Sistem pengiriman yang melimpahkan semua urusan kepada PPTKIS dan Agen, yang sengaja membutakan buruh migran dari hukum dan hak-haknya serta mengijinkan PPTKIS/Agen/majikan menahan dokumen dan memotong gaji secara tidak manusiawi, membiarkan ketika hak-hak buruh migran dirampas mulai gaji hingga libur dan yang memaksa buruh migran untuk selalu tunduk pada calo-calo pemeras dengan melarang kontrak mandiri dan pindah agen jika belum finish 2 tahun kontrak.



Hakim juga tidak mau mempertimbangkan ketidakberdayaan PRT yang hidup dibawah tekanan majikan jahat dan trauma yang harus ditanggung Kartika akibat perlakuan semena-mena. Hakim juga tidak mau mengakui kerentanan PRT migran akibat berbagai peraturan pemerintah Hong Kong yang merugikan mulai aturan imigrasi yang diskriminatif dan aturan dua minggu visa dan kewajiban serumah dengan majikan (live-in). Dengan kalahnya Kartika di kasus keduanya ini, berarti keadilan tidak sepenuhnya diberikan kepada Kartika.


Bagaimana Sebenarnya KJRI-Hong Kong Menangani Kasus Kartika? Sungguh aneh jika majikan yang sudah nyata-nyata dipenjara karena penganiayaan, masih bisa bebas dari dakwaan tidak memberi gaji dan hak-hak yang telah ditetapkan hukum perburuhan Hong Kong?

Padahal sejak kabur, Kartika sudah langsung dibawah pengayoman dan kasusnya langsung ditangani KJRI-Hong Kong. Bagaimana sebenarnya KJRI selama ini memandu Kartika menyiapkan kasusnya?

Apakah KJRI sungguh-sungguh memberitahu dan mendidik Kartika agar paham haknya dan tahu apa yang harus dilakukan demi memperjuangkan kasusnya agar mendapat hasil yang positif?

Apakah KJRI juga membantu Kartika untuk menuntutkan hak kompensasi pekerja dan kerugian atas cacat fisik dan moril yang dideritanya akibat penganiayaan yang dialaminya?

Selama ini, KJRI-Hong Kong tidak transparan memberitahu publik tentang perkembangan kasus Kartika. KJRI juga tidak memaksimalkan kasus-kasus kekerasan yang terjadi untuk mendidik buruh migran Indonesia agar memahami hak-hak jika jadi korban kekerasan.


KJRI seharusnya mengintensifkan penyuluhan agar korban-korban seperti Kartika dan Erwiana tidak terus berjatuhan.
Tuntutan Kami adalah;

Kasus Kartika mendesak untuk disikapi dan kami berharap KJRI-Hong Kong segera melakukan sesuatu untuk menyelamatkan kasus Kartika dan meyakinkan dia mendapatkan keadilan yang seharusnya dia nikmati. Sebagai bentuk dukungan maka kami menuntut KJRI-Hong Kong untuk: -
Memberi penjelasan publik tentang apa yang sebenarnya telah terjadi dan bagaimana KJRI menangani kasus Kartika - Mendesak Labour Department untuk naik banding kekalahan kasus Kartika yang harus dilakukan dalam waktu 14 hari setelah putusan pengadila

- Memperjuangkan hak kompensasi dan kerugian bagi Kartika Tanpa pemenuhan tuntutan diatas, maka keadilan bagi Kartika masih belum diberikan sepenuhnya. Kami akan terus memonitor kasus Kartika. Namun lebih dari itu, kami juga akan terus mengkampanyekan perubahan peraturan-peraturan yang merugikan PRT migran agar tidak ada lagi korban-korban lain seperti Kartika, Erwiana, Anis maupun Rowena. (*)
Yani Serdadu

Jumat, 23 Mei 2014

FAMA DAN ORMAS OI BRSATU DUKUNG KPK

ORMAS OI DAN FAMA Turun jalan mendukung KPK JOGJAKARTA, 20 Mei 2014, Organisasi masyarakat ( Ormas) Oi dan Fals Mania(FAMA), bergabung bersama puluhan komunitas yang ada di jogja mengadakan aksi turun jalan dalam rangka mendukung langkah KPK (Koalisi Pemberantasan Korupsi) untuk msmberantas korupsi.

Sekitar 1500 massa yang tergabung dari komunitas seniman dan 30 komunitas non parpol, berkumpul sejak pukul 15.00 di Alun-Alun utara Jogjakarta. Setelah persiapan selama satu jam, kemudian mereka mulai turun kejalan pukul 16.00 waktu setempat dan bergerak menuju Bangsal Kepatihan Malioboro. Aksi damai dengan tema "JUJUR BARENG" berjalan tanpa teriakanan yel-yel. " Kita mencoba menciptakan aksi damai ,kami rasa lewat spanduk itu sudah cukup menyampaikan aspirasi kami, paling cuma teriakan Oi dan hoyaaa." Kata ketua umum Fama Jogjakarta Wiwil. Saat dihubungi Jumat malam 23/5.

Wiwil juga menjelaskan, tujuan dari aksi damai ini mutlak mendukung gerak langkah KPK dalam memberantas korupsi. Dan membuktikan kepada khalayak bahwa Oi dan Fama di Jogjakarta bisa bersatu. "maksud dan tujuan dari aksi itu adalah, mutlak untuk mendukung gerak langkah KPK dalam memberantas korupsi, sebagi Fans Club_Iwan Fals, kita hurus peduli dengan nasib bangsa.


Di samping itu untuk membuktikan kepada khalayak bahwa kami antara Oi dan FAMA Jogja bersatu bukan cuma di omongan, tapi kami bisa berkarya bersama dan nyata." Sebagai perempuan yang aktif didalam organisasi, Ketum FAMA Jogjakarta berharap, Indonesia terbebas dari korupsi agar rakyat hidup makmur, tercipta lapangan pekerjaan baru, dan tidak ada yang menjadi buruh migran ke Negara tetangga. " Harapan saya, semoga Indonesia terbebas dari budaya korupsi supaya rakyat hidup makmur serta bisa menciptakan lapangan pekerjaan sehingga rakyatnya tak perlu kerja di Luar Negri." Pungkasnya.


Aksi dengan tema" JUJUR BARENG" dilanjutkan pada malam hari dengan acara orasi budaya, di Mallioboro berjalan lancar. Acara ini juga mengajak masyarakat untuk ikut serta meyuarakan kejujuran. " Mengajak masyarakat untuk ikut serta menyuarakan kejujuran. dan malemnya di lanjutkan orasi budaya di Jl. Mallioboro. Alhamdulillah rame acaranya, dan berjalan lancar di sambut baik oleh media dan masyrakat." Kata Saefudin salah satu anggota FAMA jogja melalui pesan.

Untuk membantu Pemerintah mengawasi penggunaan uang negara, didalam kapasitasnya Ormas Oi sebagai " Kontrol sosial" semoga Oi berperan lebih aktif lagi dengan meningkatkan metode mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan aliran dana. Menjadi bagian dalam partisipasinya sebagai "kontrol sosial". (*)
Yani Serdadu

Rabu, 21 Mei 2014

TKI ITU BURUH ATAU BUDAK ?

Buruh Migran Indonesia (BMI) atau yang lebih dikenal dengan TKI, adalah mereka yang bekerja di Negara tetangga. Belakangan ada anugrah untuk BMI yaitu sebuah sebutan Pahlawan Devisa ( saya pribadi tidak suka disebut pahlawan devisa) BMI terlahir dari kemiskinan, serta kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan, sebagai gantinya pemerintah meng- Expor tenaga kerja ke berbagai Negara. Untuk kemudian apa yang terjadi pada jutaan rakyat Indonesi yang bekerja di Luar Negri ? Menjadi buruh, atau menjadi korban perbudakan modern ?

Mari kita telusuri dari kasus-kasus yang terjadi pada BMI, Di Arab Saudi misalnya, Ani BMI Arab Saudi asal Mlilir- Madiun sudah bekerja selama 2tahun, dia tidak pernah keluar sama sekali dari rumah majikan. Bahkan membuang sampahpun dikawal, "Saya sudah hampir dua tahun disini, jangankan libur buang sampah aja dikawal kok. Mereka takut kalau saya kabur." Tulisnya melalui pesan 20/5. Ia juga menambahkan hal ini terpaksa dilakukan, "Menurut saja, karena memang itu peraturanya. Kalau pulang kasihan orang tua yang butuh biaya hidup. Dirumah (Indonesia-red) juga nganggur." Paparnya.

Hal semacam ini bukan hanya terjadi di Arab Saudi, di Malaysia, Singapore bahkan di Hong Kong yang terkenal dengan negara hukumpun banyak sekali terjadi penyekapan, dengan jam kerja yang panjang, tidak mendapatkan jatah makan, didiskriminasi dan perlakuan tidak menyenangkan lainya. Pemerintah bukan tidak tahu dengan kondisi semacam ini, akan tetapi pemerintah mempercayakan sepenuhnya penempatan para TKI ke pihak swasta dalam hal ini PJTKI, untuk menempatkan tenaga kerja ke Luar Negri.
Dan masih ribuan kasus serupa yang tidak terungkap ke publik. Seperti kasus yang baru saja terjadi ( kasus masih dalam proses persidangan) pada Erwiana, BMI asal Ngawi, selama 8 bulan disiksa tak seorangpun yang tahu. Gadis 23tahun ini dideportasi dalam keadaan sekarat.

Sebelumnya Erwiana sudah melaporkan kondisi kerjanya pada Agen/PJTKI yang menyalurkan . Akan tetapi karena Erwiana masih dalam potongan biaya penempatan, maka pihak Agen tidak menindak lanjuti laporan Erwiana pada waktu itu.

Dari banyaknya kasus yang terjadi pada para BMI, sehingga timbul pertanyaan, Benarkah kita buruhI ? ataukah kita korban perbudakan modern ?