Senin, 31 Maret 2014

STOP PEMERASAN TERHADAP BMI

OVERCHARGING-MENCEKIK BMI Biaya Penempatan Berlebihan (Overcharging), terasa sangat tidak manusiawi. Dengan bebas para agen perekrut tenaga kerja, memungut biaya penempatan yang sangat tinggi.

Dalam kasus ini Pemerintah seolah membiarkan praktek nakal para PJTKI. Dengan mempercayakan penempatan TKI pada pihak sewasta. Ani Buruh Migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Hong Kong asal Jawa Barat, sudah bekerja selama 4 bulan, mengaku keberatan dengan potongan agen $2.500HK x 6 bulan, dan ditambah $ 551 Hk x 4 bulan. Sehingga dia menolak untuk membayar yang 551 dolar, karena memang tidak ada didalam perjanjian.

Ia berangkat melalui Agen SUNLIGHT. "Saya setiap bulan dipotong$2.500 x 6 bulan. masih ditambah $551 x4bulan.Katanya untuk ganti uang pesangon. Padahal tidak ada perjanjian sebelumnya, kalau uang saku itu harus dikembalikan." Papar Ani yang sebelumnya pernah bekerja di Hong Kong. "Tapi saya tidak mau membayar yang 551 dolar, itu bukan utang kok. " Tegas Ani. melalui seluler (13/3/2014) Menurut pasal 76 UU PPTKILN, PJTKI/PPTKIS hanya dapat membebankan biaya penempatan pada BMI untuk komponen biayanya saja.

PJTKI, yang memungut biaya lebih, dari biaya penempatan aslinya, bisa dikenai hukuman pencabutan SIPPJTKI, atau penutupan. Untuk membuktikan PJTKI melakukan overcharging atau tidak maka BMI/TKI bisa membandingkan dengan biaya penempatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Binapenta.

Jika memang PJTKI terbukti melakukan overcharging maka BMI/TKI bisa menuntut pihak PJTKI sebagai pelaku overcharging dengan cara,

1. BMI/TKI harus memiliki bukti telah dipungut biaya penempatan berlebihan oleh PJTKI secara tunai atau melalui potongan gaji berupa kwitansi atau bukti pembayaran.

2. Meminta bantuan organisasi BMI/TKI atau serikat buruh untuk mengadvokasi perkara overcharging.

3. Melakukan judicial review atau pencabutan ke Mahkamah Konstitusi pasal 24 UU PPTKILN yang mewajibkan setiap BMI/TKI informal seperti pekerja domestik memakai jasa agensi asing (mitra PJTKI). Ketika pasal tersebut dicabut maka BMI/TKI akan lebih diuntungkan. Seperti dijelaskan oleh, Abdul Rahim Sitorus, koordinator Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM).

KEADILAN BAGI SELURUH BURUH MIGRAN INDONESIA

Banyaknya kasus penganiayaan yang terjadi pada Buruh Migran Indonesia. Satu contoh adalah Erwiana. Penanganan terhadap kasus Erwiana terkesan lamban.

Maka Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI ), membuat Pernyataan Sikap JBMI - Hong Kong;

JANGAN TUNDA PERSIDANGAN KASUS ERWIANA!

Sederhanakan Birokrasi & Percepat Investigasi! Tegakan Keadilan Bagi PRT Indonesia Diluar Negeri! Setelah menunggu dua bulan lebih, akhirnya persidangan kedua menuntut Law Wan Tung, majikan yang menganiaya Erwiana Sulistyaningsih, digelar di Kwun Tong Magistracy Court pada tanggal 25 Maret kemarin.

Dalam persidangan kali ini, Hakim melakukan pengecekan dokumen dari kedua belah pihak, yaitu Jaksa Penuntut (yang mewakili pemerintah Hong Kong dan Erwiana) dan Pengacara Law Wan Tung, sebelum menetapkan tanggal sidang final. Baru di persidangan final itulah semua korban dan saksi akan dihadirkan termasuk Erwiana yang masih berada di Indonesia. Namun di persidangan kedua ini, ternyata Jaksa Penuntut masih belum melengkapi prasyarat dokumen, utamanya yang berkaitan dengan laporan medis Erwiana.

Sehingga Hakim belum bisa memutuskan tanggal sidang terakhir dan hanya mengundur hingga 29 April 2014 untuk memberi kesempatan kepada Jaksa Penuntut agar melengkapi dokumen yang dibutuhkan. Erwiana, 23 tahun, buruh migran asal Ngawi bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Hong Kong. Selama 7.5 bulan di rumah Law Wan Tung, Erwiana tidak pernah digaji dan diberi libur bahkan disekap dan dianiaya.

Kondisi fisik yang kian melemah yang menyebabkan majikan memulangkannya diam-diam pada tanggal 9 Januari 2014. Berkat perjuangan Buruh Migran dan Masyarakat Hong Kong peduli migran yang tergabung dalam Komite Keadilan Bagi Erwiana dan Seluruh PRT Migran, akhirnya pemerintah Hong Kong bersedia menginvestigasi penganiayaan terhadap Erwiana dan menangkap Law Wan Tung. Keempat PRT yang pernah bekerja pada majikan ini turut mengadu dan membantu investigasi.

Persidangan pertama digelar pada tanggal 24 Januari 2014 di pengadilan yang sama menetapkan Law Wan Tung sebagai tersangka namun kemudian melepaskannya sebagai tahanan kota setelah memberi jaminan sebesar HKD1 juta (Rp. 1,5 milyar), dikenakan wajib lapor ke kantor polisi setiap hari, dilarang keluar negeri dan diwajibkan tinggal di rumah dimana Erwiana dianiaya. Apa saja kasus Erwiana di Hong Kong?

Berdasarkan peraturan Hong Kong, korban kekerasan seperti Erwiana mempunyai beberapa jenis kasus sekaligus:

1. Kasus penganiayaan (kriminal/pidana) Sejak penganiayaan terhadap Erwiana resmi menjadi kasus kriminal maka ini berarti pemerintah Hong Kong, melalui Jaksa Penuntut, adalah pihak yang menuntut Law Wan Tung atas pelanggaran yang dilakukannya. Sementara pelapor seperti Erwiana dan korban-korban lain menjadi korban sekaligus saksi. Untuk membantu Jaksa menggalang bukti, pemerintah menugasi team kepolisian untuk menginvestigasi. Untuk itu mereka mendatangi Erwiana di Indonesia demi menggalang keterangan dan surat-surat seperti hasil medis.
Proses penyidikan umumnya bersifat tertutup. Karena Erwiana berada di Indonesia, maka kepolisian HK melibatkan Konsulat RI dan Kepolisian Indonesia untuk membantu pengumpulan bukti. Namun di persidangan kedua ini terkuak bahwa KJRI dan Kapolri belum memberikan laporan medis Erwiana seperti yang diminta Kepolisian Hong Kong. Akibatnya Hakim terpaksa mengundur lagi jadwal sidang final Erwiana. Padahal menurut keterangan LBH Yogyakarta selaku kuasa hukum Erwiana, seluruh hasil medikal telah diserahkan kepada Kepolisian Indonesia, melalui kantor Polisi Sragen, untuk diserahkan kepada Kepolisian Hong Kong.
Tidak mudah memperjuangkan kasus Erwiana untuk diterima pemerintah Hong Kong, maka seharusnya pemerintah Indonesia meyakinkan lancarnya komun
ikasi dan lebih pro-aktif dalam penyidikan. Mengapa untuk meyakinkan penggalangan dan penyerahan bukti saja, KJRI dan Kepolisian Indonesia juga tidak bisa meyakinkan? Kami berharap birokrasi pemerintah Indonesia yang lelet tidak turut meleletkan proses penyelidikan kasus Erwiana. Jangan sampai hal itu berimbas pada gagalnya dakwaan terhadap Majikan sehingga dia tidak jadi dihukum dan menyia-nyiakan seluruh pengorbanan para korban dan upaya seluruh pihak.

2. Kasus Penuntutan Hak-Hak di Kontrak Kerja (tuntutan perdata) Selama bekerja 7.5 bulan, Erwiana tidak mendapatkan hak apapun kecuali uang Rp. 100.000 yang diberikan majikan ketika memulangkannya. Maka dari itu, Erwiana berhak atas gaji, uang libur mingguan dan nasional, cuti tahunan, tunjangan perjalanan. Petugas Labour Department telah mendatangi Erwiana di Indonesia dan menghitung tuntutannya. Namun majikan menolak membayar tuntutan Erwiana sehingga tuntutan harus diajukan ke Pengadilan Tenaga Kerja (Labour Tribunal). Dalam hal ini, Erwiana telah menunjuk lembaga Mission for Migrant Workers untuk mewakilinya karena dia sendiri tidak di Hong Kong. Lebih dari itu, Labour Department juga menginvestigasi agen Erwiana atas dugaan menarik komisi lebih dari 10% yang ditetapkan pemerintah Hong Kong.

3. Kasus Kompensasi Pekerja (Employees Compensation) dan Kerugian Pribadi (Personal Injury) Pekerja yang mengalami kecelakaan atau korban kekerasan seperti Erwiana karena pekerjaannya berhak mendapatkan kompensasi pekerja yang dituntutkan dari kantor Asuransi dimana majikan mengasuransikannya. Kompensasi tersebut meliputi pembayaran gaji selama sakit, biaya pengobatan dan lainnya. Dalam hal ini kantor Labour Department yang menetapkan besaran jumlahnya. Lebih dari itu, Erwiana juga berhak menuntut ganti rugi dari majikan atas cidera atau cacat yang dialaminya sebagai imbas dari penganiayaan yang dilakukan majikan terhadapnya. Namun untuk kedua tuntutan ini yang jumlahnya besar dan proses hukum yang lumayan rumit maka Erwiana diharuskan memakai jasa Pengacara. Untuk ini kantor Mission sedang memproses pengajuan Mr. Melville Boase yang selama ini banyak membantu kasus-kasus semacam ini ke Legal Aid Department (Departemen Bantuan Hukum). Hanya ketika majikan Law Wan Tung dipenjara dan seluruh ganti rugi atas penderitaan yang dialami Erwiana dipenuhi, maka barulah keadilan bagi Erwiana tertegakkan. Untuk itu, selain lembaga-lembaga yang membantu Erwiana, pemerintah Indonesia tetap menjadi pihak pertama dan utama untuk meyakinkan seluruh proses lancar sesuai standar hukum Hong Kong. Kami Buruh Migran tetap akan memonitor dan mendukung sepenuhnya perjuangan menuntut keadilan bagi Erwiana sebab itu adalah keadilan bagi kami sendiri.

Buruh bangkit bersatu melawan ketidakadilan.